Senja baru saja pulang ke tanah jingga, matahari sore pun berpamitan dengan dunia, dan saat ini yang tersisa hanyalah bagian kelam yang disebut malam, Banyak hal yang menarik dari malam, dan ingin sekali menceritakannya, semoga pesan pilu ini mampu kau gambar dengan salam ceria mu, sehingga sisanya akan menjadi kebahagiaan untuk semua rasa cinta di tiap kisah cinta yang pernah ada.
Awalnya, ada bagian tentang
sibuknya elang-elang tua mencari dahan untuk berteduh, seusai terbang
rendah di lautan lepas, demi cinta yang menantinya penuh harap memberi
mereka secuil ikan segar, Apakah elang-elang ini hidup tanpa hati? Tentu
saja jawabannya “iya” jika kita bertanya pada kumpulan ikan yang
menjadi bagian dari kejamnya cakar penombak, Elang tak ingin hidup tanpa
pengampunan, karena alam yang memaksanya untuk tampil dengan peran
pembunuh, dan sialnya ikan adalah pesakitan dari kerasnya paruh mereka.
Jika saja dulunya nama elang adalah ikan, elanglah yang menjadi korban
dari nama yang dibawa takdir , namun sayangnya itu hanya nama, tak
merubah semua cerita duka tentang siapa yang diajak tertawa dan siapa
yang diajak berduka, ini semua lukisan takdir yang menggambarkan cerita
kita, dan tolong ajak logika dan hati kita berbincang-bincang, mulailah
dengan menyembunyikan telinga dari teriakan sorak ego yang bersemangat,
dengar, mereka rukun dalam bambu-bambu penuh duri yang sejuk, begitu
tenang dan damai, hati dalam balutan cinta yang penuh kesakitan tapi
megah dengan tiang rindu dan warna-warna dari penantian. Hati ini, dulu
kita menyebutnya dengan taman mawar yang indah, semoga kau masih
mengingatnya, ya, semoga saja.
Selanjutnya, tiba saat langit
benar-benar berwarna hitam, kelamnya memaksa dunia mengajak bintang
bahkan kadang juga ada sabit untuk menawarkan keindahan. Mulailah
bintang pertama muncul di malam itu, seperti ragu ia muncul di dekat
kabut tipis yang hampir saja menjadi perusuh, sepertinya ia tak
sendirian, mungkin saja mereka tersesat, dan beruntungnya bagian bumi
ini sudah malam, dan terangnya dapat terlihat dengan jelas, sungguh
beruntung memilih malam menggantikan siang, karena hanya pada malam
putihnya dapat berbinar, bintang yang pintar atau mungkin saja memang
benar ia sedang tak sial, seakan ingin mengajakku bermain, mereka datang
beramai-ramai, mulailah mereka menggoda ku. Aku dengan selimut hitam
yang lusuh dan beralaskan tikar pandan yang tua.
SEP
(28/06/2011)
(28/06/2011)